Sebuah Hati dan Episode Derai Hujan

Sebuah hati dan episode derai hujan

sore itu....
Rindu Rintik derai hujan…
Iya, hujan yang senyap sejak matahari lindap menuju peraduannya..
Tanpa benderang cahaya terang,  meski hanya sinar temaram.
Cinta datang padaku seperti bisikan,
lembut, membuai, hingga aku tak menyadari dia sudah berdiam disana,
dalam garba meski separuh jiwa.

Aku masih dalam kebimbangan
Dalam bising yang membisu,
debaran tak berujung, yang tenang bila berangan tentangmu.
Rindu yang memburu, reda jika menemukan segalamu.
Air mata yang tak sampai, beku dipenghujung kelopak mataku.
Kebodohan berulang, tak berhalang detik dan musim.
Yang masih saja tentang segala beraroma nafasmu…

Diujung jalan sebuah siku duniamu dan aku terpenggal,
angan yang menguap, impian memudar serupa embun terkikis hangat mentari.
Dimana kusembunyikan ruang berongga di dalam dada,
ketika detak irama kita masih saja sibuk menarikku untuk berdansa.
Aku terluka pada empat dimensi garbaku,
puisi-puisi yang tak berjudul,…
larik aksara yang tak berima,…
esay dan paragraf  yang menjadi fiksi beraroma biru dan namamu.

Lalu pelangi hadir selepas deras hujan memeluk bumi.
Membaitkan asa tentang bahagia dan doa-doa yang tanpa suara,
aku tidak lagi memelukmu dengan harapan seindah janji-janji sang pujangga,
kau tak perlu tahu bahwa ada cinta di ujung rongga dada ini
kau tak perlu gelisah karena aku tak akan mengganggu hidupmu
kau tak perlu tahu bahwa aku mencintaimu,
Tak ada luka ketika penerimaan pada kalam takdir bertahta,
akhirnya hanya cinta dalam diam yang mengabadi dengan sendirinya,

tentang cinta pada hati yang tak bisa di tinggali. 

Komentar

Postingan Populer