RectoVerso = Keterbolakbalikan
Pertama
kali saya mendengar kata Recto Verso adalah ketika saya masih berada di bangku
kuliah. Ada salah satu mata kuliah “Membaca Manuskrip” (jadi kangen sama Bunda
Hesty Mulyani, M. Hum,, dosen paling teliti tapi palng baik seantero FBS). Dalam
mata kuliah "Membaca Manuskrip" ini, saya
belajar membaca naskah-naskah kuno berhuruf Jawa komplit sepaket dengan
bahan-bahan pembuatan naskah. Nah, dari sana saya mengenal istilah Recto Verso.
Awalnya sih geli aja pas denger, tapi langsumg jatuh cinta, kaya ada
unik-uniknya gitu.
Jadi,recto-verso adalah
istilah untuk menyebut halaman depan dan belakang selembar kertas.
Istilah recto-verso ini masih digunakan dalam bahasa Perancis
untuk menyebut 'dua sisi pada selembar kertas'. Terjemahan yang ekuivalen
untuk recto-verso dalam bahasa Inggris adalah 'front-and-back'.
Dengan demikian, istilah yang paling cocok dan ekuivalen dalam bahasa
Indonesia untuk menyebut recto-verso adalah 'bolak-balik'
(hahahahaa,, ngarang semaunya sendiri).
Pada perkembangannya,
istilah recto dan verso ini digunakan untuk menyebut
halaman pada selembar kertas atau pada buku. Halaman recto adalah
halaman pertama. Halaman verso adalah halaman kedua. Oleh
sebab itulah sisi recto umumnya bernomor halaman ganjil, sementara
sisi verso bernomor halaman genap.
Nah
setelah Dee Lestari ngeluarin bukunya yang berjudul “RecoVerso” istilah ini
semakin ngebooming. Saya juga semakin ngefans sama istilah ini, hahaa.. Saya
ngefans bukan tanpa alasan ya, istilah versorecto sangat menarik buat saya karena
menurut saya istilah ini merupakan bahasa lain untuk menyebut bahwa
segala sesuatu selalu berpasangan. Selalu ada dua sisi pada satu
keutuhan. Kedua sisi ini boleh dimaknai sebagai saling bertentangan, jika
kalian mau, tapi bagi saya kedua sisi ini justru saling melengkapi.
Selembar kertas memiliki sisi depan dan belakang. Depan dan belakang
itu bukan pertentangan, melainkan pelengkapan, sebuah pengutuhan.
Selembar KTP misalnya, tidak akan dianggap sah jika hanya memiliki sisi
depan saja (biodata pemilik KTP) tanpa sisi belakang, meski sisi belakang KTP
hanya bergambar peta Indonesia saja.
Konsep
bolak-balik (dalam artian depan-belakang seperti istilah pada fotokopian, bukan
dalam artian pulang-pergi seperti istilah pada perjalanan) ini menarik bagi
saya karena keutuhannya hanya bisa dilihat di luar sistem. Bingung ya?? Sama!! Jadi
gini ya, coba sekarang kita bayangin kita ngeliat koin 1000 rupiah. Kita tahukan kalo koin itu
punya dua sisi yang bisa dibolak-balik? Kita tahu bahwa koin itu utuh dengan
kedua sisinya, satu bergambar angklung, satu lagi bergambar Garuda.
Sekarang kita bayangkan lagi (kebanyakan ngembayangkan ini), bayangkan
bahwa kita adalah gambar angklung pada koin itu, kita tahu bahwa ada gambar Garuda
yang nempel di belakang kita, tapi kita nggak mungkin bisa ngeliatnya, kecuali
jika kita menggunakan dua buah cermin seperti para tukang pangkas rambut.
People, Ketidakmampuan untuk melihat sisi lain dari
diri inilah yang membuat saya tertarik pada konsep rectoverso.
Ada
beberapa hal yang selalu saya ingatkan pada diri saya sendiri ketika memikirkan
tentang konsep rectoverso (keterbolakbalikan) ini.
Pertama,
selalu ada kemungkinan bahwa ada satu sisi yang tidak bisa saya lihat.
Ini akan membuat saya lebih berhati-hati, sebab ketidakmampuan saya untuk
melihat sisi tersebut membuat saya tidak bisa benar-benar menjadikannya
variabel pertimbangan, sekaligus tidak bisa benar-benar mengabaikannya.
Intinya, pemikiran ini selalu mengingatkan saya bahwa saya
tidak mengetahui segala hal.
Kedua,
untuk melihat keutuhan (atau melihat secara utuh), kita perlu keluar dari
sistem. Kemampuan untuk berpikir di luar batasan sistem ini menurut saya
penting. Masalahnya, kadang kita tidak menyadari bahwa kita sedang berada
dalam satu sistem tertentu. Bahkan, meskipun kita sadar, seringkali kita
tidak bisa melihat secara utuh karena kita tidak bisa keluar dari sistem
tersebut.
Ini
membawa saya pada poin ketiga: ketika kita tak bisa memandang dari luar sistem,
maka kita harus dan pasti membutuhkan cermin untuk melakukannya.
Ketiga
konsep diatas memang abstrak, dan hanya teori seorang BuNiia saja, tapi coba
saja gunakan logika untuk menerapkan ketiganya dalam satu kasus.
Mudah-mudahan kita akan lebih memahami konsep keterbolakbalikan ini.
Selamat bercermin. (ngomong sama iri sendiri)
Komentar
Posting Komentar