Kidung Si Hidung Pesek
Siang tadi dalam perjalanan pulang dari tempat mengais rupiah, d dalam angkot saya bertemu dengan seorang anak kecil yang usianya mungkin sekitar 5 tahun. Anak ini menggemaskan, rambutnya ikal, matanya besar seperti biji leci, berbinar dan berkedip-kedip, lucu sekali dan cukup pintar menurut saya. Ia terus saja berceloteh riang, meskipun si Ibu tampaknya sudah bosan menganggapi segala pertanyaan polosnya.
Pipinya gembil kaya bakpao, hampir saja saya tergoda untuk mencubitnya dan untung saja saya tidak lakukan. Saya terus menatap dan memperhatikan setiap gerak geriknya. Uuuhh.. benar-benar menggemaskan. Saat dia sadar saya tengah menatapnya dia tak lantas malu-malu seperti kebanyakan anak kecil lakukan.
Justru dia malah semakin menunjukkan sikap bersahabat, saya suka! Sambil asyik berkutat dengan buku yang sedang saya baca, tiba-tiba saya sedikit mendengar si kecil ini bernyanyi. “si kukis…si kukis..” Entah apalagi lanjutannya. Semakin lama suaranya semakin terdengar.
Saya menutup buku saya dan mulai mendengarkan apa yang sedang ia nyanyikan. Dan akhirnya terdengarlah sebuah lagu..
“kukis.. si hidung pesek.. kukis si hidung pesek..,”.
What?! Lagu apa ini? gumam saya. Sambil terus menatap wajah anak ini, saya mencoba mendengarkan apa sih yang sebenaranya dia nyanyikan.
Tiba-tiba… saya merasakan sebuah keganjilan, tiap kali ia menyebutkan “kukis, hidung pesek” ia selalu menatap saya. Terus berulang dan berulang. “Arrgggggghh..” ada apa dengannya?! Kenapa saat ucapan ‘hidung pesek’ dia harus menatap saya?! Dan tiap kali kata nya berganti dengan yang lain ia menatap ke arah lain dan saat kembali ke ‘hidung pesek’ ia langsung menatap saya. Hiiiikkz.
Saat dia turun, dia menyempatkan diri menoleh ke arah saya memberikan senyum menampilkan jendela di giginya, sambil mengatakan “kukis si hidung pesek..” saya lantas membalas senyumnya dengan perasaan pasrah. (dasar anak kecil!)
Perjalanan saya lanjutkan dengan menggunakan jasa ojeg langganan. Udah biasa juga bonceng pake rok, tapi kali ini jadi nggak kaya biasanya, entah gagal fokus gegara kidung hidung pesek dari si adek kecil tadi, atau karena apa, rok saya masuk ke rantai motor abang ojeg, dan kami pun jatuh. Masih untung tadi abang ojeg enggak ngebut, alhamdulillah cuma memar-memar saja dan nggak ada bagian tubuh yang lecet.
Di luar itu semua, saya berterima kasih sama bocah berambut ikal dengan mata belo kaya biji leci yang berbinar, udah buatin lagu utk saya.. saya kasih judul lagu itu "Kidung Hidung Pesek" ya..
Komentar
Posting Komentar