CELOTEH SENJA
Sebenernya, tulisan ini saya buat semalam, ketik saya tersiksa dengan inzomnia. baru sempat ngepost sore ini sambil menunggu senja.
Walaupun bulan tak menghiasi
langit malam ini, namun buat saya langit malam ini tetap menyisakan kekaguman yang sangat
pada pemilik semesta.kali ini, saya memilih diam, terpaku pada sebuah ruangan 3 x 4 meter persegi, duduk kadang menatap jauh pada
jendela yang saya biarkan terbuka. Ada segelas hangat kopi bercampur krim yang
aromanya menyebar, sebuah buku yang entah mengapa sengaja saya baca ulang, dan sesekali
jemari ini bergerak tak beraturan di atas tuts keyboard. Kadang cepat seolah
berlomba dengan kalimat yang seolah berlari di kepala, lalu pelan ketika
kata-kata perlahan mulai tersendat.
Lama rasanya saya enggan duduk berlama-lama di sini, karena inspirasi yang menguap, rasa segan dan alasan
sentimentil yang berbau kenangan yang enggan saya buka ulang. Ruang ini selalu
berhasil membawa saya berlari ke belakang, sekali waktu memaksa saya membongkar
laci-laci berlabel masa lalu. Mungkin karena inspirasi dapat hadir bersamaan dengan kisah-kisah yang telah usang. Atau karena celoteh ini
adalah cerita fiktif,
rekayasa atau bahkan
tiada. Saya pungut dari serpihan kenangan, saya tulis dari kepingan mimpi.
Jemari ini kembali tersendat,….
terdiam sesaat pada tuts keyboard…
Ruang ini slalu sama, selalu memunculkan rasa yang bernama rindu, entah rindu pada
siapa atau rindu bermaknakan apa. Atau hanya rindu yang bermakna
hanya kata pada aksara. “Tidak bertuan”
Kopi ini hangat, saya
menyesapnya, perlahan… kebiasaan baru yang
perlahan mulai mencandu. Selalu nikmat menikmatinya bersama tarian jemari, bersama aromanya yang menyebar. Meski tanpa penghayatan
atau perasaan… diamlah disana, jangan pergi. Cukup menemani tanpa bicara, tanpa
berkata, tanpa merasa, cukup bagi saya kali ini. Tidak ingin lebih, cukup di
sana… dan cukup bagi saya disini. Rasa,…
Selalu
ada kedamaian dalam keheningan, cukup rasa di hati saja…
Komentar
Posting Komentar