Jodoh si Berondong Jagung
Perbincangan soal jodoh yang berulang, dan aktivitas
perdagangan setiap hari membuat saya berpikir soal jodoh, soal nasib. Setiap
bertemu kawan, apalagi yang dibicarakan selain jodoh dan pekerjaan. Kawan-kawan
saya rupanya sudah tua. Hahaha. (Maaf bunda-bunda cantik dan bapak-bapak
ganteng).
Ada satu deretan berondong jagung rasa sapi panggang.
Sudah satu pekan ini berlalu sejak saya melihat pajangan berondong jagung di
salah satu warung yang sering saya lewati sepulang sekolah. Ada saudara-saudaranya,
berondong jagung rasa keju, original, pedas yang sepertinya sudah laku ketika
saya lewat warung itu. Saya sempat bergumam sendiri, kalau besok berondong
jagung ini nggak ada yang beli, biar saya saja yang beli.
Dan kemarin siang, seorang anak berseragam merah putih
membelinya. Si berondong jagung rasa sapi panggang akhirnya laku juga. Ia sudah
bertemu jodohnya.
Ya, soal jodoh, kadang seperti berondong jagung tadi.
Ada yang cepat bertemu jodohnya, ada juga yang harus lebih lama menunggu. Saya
yakin, orang-orang yang belum beemu dengan jodohnya, bukan berarti orang itu
nggak baik atau nggak pantas. Tapi mungkin karena belum ada yang sepadan dan
setujuan.
Saya mengibaratkan diri saya sebagai orang tua si
berondong jagung. Sebagai orang tua, tentu saya senang ketika ia bertemu dengan
jodohnya. Tapi seperti yang saya bilang, jika ia tidak bertemu jodohnya, maka
ia akan kembali pada saya. Orang tua pun rasanya seperti itu, jika anaknya
tidak juga bertemu jodohnya, anak akan kembali pada orang tuanya tanpa
mengurangi nilai mereka sebagai manusia.
Saya pernah dengar (atau baca), entah dari siapa,
barangkali kamu tahu, tolong beri tahu saya.
Manusia diciptakan berpasang-pasangan, kalau kamu
nggak punya pasangan, mungkin pasanganmu dulu diaborsi. Hahahahaaaaaa....
Selamat jelang siang,
jangan lupa berdoa di setiap kesempatan,
doakan saya juga, kalau dibolehkan.
Komentar
Posting Komentar